Tugas IPS
peninggalan Islam
7E
Sejarah Islam Di
Indonesia
Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau 7 Masehi,
meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan
dengan para pedagangmuslim yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk
beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan Nusantara, yang berlangsung beberapa abad kemudian. Agama
islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan dan
lain-lain.
Sejarah mencatat bahwa
kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan
Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar
perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping
itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para
mubaligh.
a. Peranan
Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha,
kaum pedagang memegang
peranan penting dalam proses penyebaran agama
Islam, baik pedagang dari
luar Indonesia
maupun para pedagang Indonesia.
Para pedagang itu datang dan berdagang di
pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para
pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan
Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut
dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu
inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara
pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling
memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan
perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.
Di antara para pedagang tersebut, terdapat
pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka
mengenalkan agama dan budaya Islam
kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada
penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam
makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah memeluk agama
Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak
familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang dimasyarakat Indonesia.
Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan
penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama
bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah
kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir
kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
b. Peranan
Bandar-Bandar di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal
atau persinggahan kapal-kapal dagang.
Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat
tinggal parapengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur
perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini
memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke
Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para pedagang
beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada
penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat
penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak
geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di
pesisir-pesisir dan muara sungai.
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut
umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada
yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda
Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan
Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya
pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
Peranan bandar-bandar sebagai pusat
perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai
perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan
dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang
Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar
kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada
masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama
antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan
ada tempat para penguasa (sultan).
c. Peranan
Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di
samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh.
Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya.
Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi
masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini
memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri
dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan
pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam
dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai
tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat
dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah
tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka
kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan
wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim).
Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di
sekitar Gresik. Dimakamkan
di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan
Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan
Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari
Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar
Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari
Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat
bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka
Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin,
pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan
lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam
di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama
dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan
Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid
dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan
Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah.
Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa
besar.
Kapan dan dari mana Islam Masuk Indonesia
Sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi,
pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah memiliki hubungan dagang dengan
penduduk Indonesia. Namun demikian, kapan tepatnya Islam hadir di Nusantara?
Masuknya Islam ke Indonesia menimbulkan
berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan agama Islam
di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke
Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu
mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di
Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.
Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada
perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan
Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292
dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ini
ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang
berangka tahun 1297.
Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam
pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut
strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan
internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara
Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin
Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran,
Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah
keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik
juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang
meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga
ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M.
Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak
yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad
ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman
Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340
Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan
berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun
Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa
oleh dua orang penyiaragama dari
Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di
Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh
Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti
kedatangan Islamditemukan
pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan
masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara
Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng
Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun
penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari
Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk
melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan
Islam di daerah ini
disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh
Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
Peninggalan Kerajaan
Islam di Indonesia
Peninggalan-peninggalan
sejarah Islam di Indonesia sangat beraneka ragam, karena jaran Islam mencakup
semua segi kehidupan. Peninggalan tersebut sebagian besar merupakan hasil
perpaduan kebudayaan Islam dengan kebudayaan setempat. Banyaknya bentuk
perpaduan kebudayaan Islam dengan kebudayaan setempat menurut para ahli
antropologi sebagai tanda bahwa penyebaran Islam di Indonesia dengan cara
damai, tanpa adanya usaha menghapuskan kebudayaan yang telah ada sebelumnya.
Kenyataan ini juga berlaku di negara-negara
lain, seperti di Mesir dan Irak. Kedatangan Islam di negara-negara tersebut
tidak menghilangkan peninggalan-peninggalan sebelumnya, bahkan melindungi dan
merawatnya. Hal ini sangat berharga, karena kita masih dapat menyaksikan karya
besar manusia di masa lampau.
Peninggalan-peninggalan
sejarah Islam di Indonesia antara lain dalam bentuk masjid, keraton, nisan,
kaligrafi dan karya sastra. Mari kita bahas satu-persatu.
1.
Masjid
Peninggalan
sejarah Islam di Indonesia yang berupa masjid adalah sebagai berikut ini:
· Masjid Demak
Masjid ini merupakan satu-satunya peninggalan Kerajaan Demak Bintoro. Masjid ini didirikan para wali pada masa pemerintahan Raden Patah. Bentuk atap bangunan masjid ini seperti meru. Contohnya wantilan di Bali dan joglo di Jawa. Meskipun masjid tersebut telah mengalami pemugaran, namun tidak mengubah bangunan dan bentuk aslinya. Masjid Demak terletak di tengah kota Demak,dan sekarang masih dalam keadaan utuh. Sehingga masih dapat dipergunakan sebagai pusat ibadah.
· Masjid Indrapuri Aceh
Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Islam Aceh. Dilihat dari bentuk atapnya, seni arsiteknya merupakan hasil perpaduan kebudayaan Islam dengan kebudayaan Hindu Sumatera.
· Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid Kesultanan Aceh yang
dibangun oleh Sultan
Iskandar Muda Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Bangunan indah
dan megah yang mirip dengan Taj Mahal di
India ini terletak tepat di jantung Kota Banda Acehdan
menjadi titik pusat dari segala kegiatan di Aceh Darussalam.
· Masjid Sunan Ampel
Masjid tersebut dibangun pada masa kehidupan Sunan Ampel yang terletak di Ampeldhenta, Surabaya. Di sinilah Sunan Ampel memberikan pendidikan agama kepada para santrinya.
· Masjid Kudus
Masjid ini dibangun pada masa kehidupan Sunan Kudus. Bangunan menara dan pagar masjid ini menyerupai bangunan candi Hindu. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul bentuk menara yang menyerupi candi Hindu ini. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa bangunan ini dikerjakan oleh arsitek Islam yang sebelumnya telah menguasai arsitek bangunan Hindu. Ahli kebudayaan memandang bangunan tersebut sebagai hasil perpaduan kebudayaan Islam dengan kebudayaan sebelumnya dan sengaja dibentuk semacam itu. Tahun pembuatan Masjid Kudus ini kemudian ditetapkan sebagai "Hari jadi Kota Kudus".
2.
Keraton
· Keraton kaibon (Banten)
Keraton ini merupakan peninggalan kerajaan Islam di Banten. Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Faletehan setelah memisahkan diri dari Demak abad ke-16. Peninggaln ini masih dapat dilihat karena mash dalam keadaan utuh. Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengigat pada waktu itu, sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten, Sultan Syaifusin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
· Keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Keraton Kasepuhan Cirebon ini merupakan peninggalan Kerajaan Islam Cirebon. Kerajaan tersebut pecah menjadi 2, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Keraton Kasepuhan ini juga masih dapat dilihat, karena bangunannya masih berdiri tegak.
3.
Makam
Peninggalan Sejarah Islam yang berupa makam adalah sebagai berikut:
· Makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik
Maulana Malik Ibrahim adalah wli pertama di Jawa yang berasal dari negara asing. Ada beberapa pendapat mengenai asal mula Maulana Malik Ibrahim. Ada yang berpendapat dari Persia, sehingga mendapat sebutan "Maulana Maghribi" yang berarti ulama dari barat. Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa dia berasal dari daerah Maghribi Maroko, Afrika Utara.
Makam
tersebut bercirikan khas Islam dan berpahatkan huruf Arab, dapat dijumpai di
daerah Gresik, Jawa Timur.
· Makam Islam Talo
Makam ini merupakan peninggalan sejarah Islam di Makasar dan diperkirakan dibangun pada tahun 1616 Masehi. Makam tersebut sebagai bukti bahwa sejak awal bad 17 Islam telah berkembang di Talo, Sulawesi Selatan.
· Makam Sunan Bayat
Sunan Bayat (nama lain: Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II), atau Wahyu Widayat) adalah tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang disebut-sebut dalam sejumlah babad serta cerita-cerita lisan. Ia terkait dengan sejarah Kota Semarang dan penyebaran awal agama Islam di Jawa, meskipun secara tradisional tidak termasuk sebagai Wali Sanga. Makamnya terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat") di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah, dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang. Dari sana pula konon ia menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini dianggap hidup pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16).
4.
Benteng
·
Benteng Keraton Wolio
Benteng Keraton Wolio dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Buton
ketiga, La Sangaji, pada abad ke-15. Kompleks benteng ini cukup unik seperti
membentuk huruf dal. Ini adalah huruf ke delapan pada alfabet bahasa Arab atau
huruf terakhir nama Nabi Muhammad Salallahu 'Alaihi Wassalam. Benteng berbentuk
huruf 'dal' dalam aksara Arab ini, disusun dari batu kapur dan pasir. Luasnya
mencapai 22,8 hektar dengan panjang keliling tembok 2.740 meter. Adapun
tingginya berkisar antara 1 meter hingga 8 meter dengan ketebalan tembok 0,5
meter - 2 meter. Benteng yang dibangun di atas bukit seluas kurang lebih 20,7
hektar itu, didaulat sebagai benteng terluas di nusantara versi Museum Rekor
Indonesia (Muri) tahun 2008. Benteng Keraton Wolio berlokasi di atas tebing
Kota Bau-Bau, Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.
·
Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi juga dikenal sebagai Taman Air Sunyaragi, atau sering
disebut Tamansari Sunyaragi. Tamansari Sunyaragi dibangun pada 1703 Masehi oleh
Pangeran Kararangen. Gua ini memiliki keunikan pada bangunannya. Arsitektur gua
berbentuk gunung-gunungan, seperti rumah semut. Gua juga dilengkapi terowongan
penghubung bawah tanah dan saluran air. Tujuan utama didirikannya gua tersebut
adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan
keluarganya. Gua Sunyaragi Cirebon terletak di Jl. Brigjen Darsono, Kelurahan
Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat.
· Gunongan
Gunongan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang
memerintah tahun 1607-1636. Sultan Iskandar Muda membangun sebuah gunung kecil
yang disebut Gunongan untuk membahagiakan sang permaisuri. Gunongan dianggap
sebagai miniatur bukit yang mengelilingi istana Putri Phang di Pahang. Gunongan
memiliki bangunan yang tidak besar. Bangunan ini berbentuk unik seperti bunga
dan bertingkat tiga dengan tingkat utamanya sebuah mahkota tiang yang berdiri
tegak. Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter. Gunongan terletak di Jl. Teuku
Umar, Banda Aceh.
·
Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matanre tumaparisi
Kallonna pada abad ke XVI (1550 1650). Keunikan Bangunan ini dibangun dari
tanah liat dan putih telur sebagai pengganti semen. Benteng kokoh ini berbentuk
segi empat, dengan panjang sekitar 2 kilometer, tinggi 7-8 meter, dan luasnya
sekitar 1.500 hektar. Seluruh bangunan benteng dipagari dengan dinding yang
cukup tebal. Benteng ini terletak di Jalan Daeng Tata, Kota Makassar, Provinsi
Sulawesi Selatan.
·
Taman Sari
Taman Sari ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran
Mangkubumi pada tahun 1683 menurut penanggalan tahun Jawa atau tahun 1757
Masehi. Pada masanya, fungsi dari istana air ini tak hanya sebagai sarana
rekreasi para Sultan Yogyakarta beserta keluarganya, namun juga sebagai tempat
menyepi, merenung atau beribadah. Bahkan, juga sebagai benteng pertahanan.
Taman Sari lokasinya hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Jogjakarta.
·
Benteng Liya Togo
Konstruksi benteng yang tersusun atas batu-batu tanpa menggunakan
perekat semen, merupakan keunikan tersendiri dari benteng peninggalan
Kesultanan Buton ini. Benteng Liya Togo yang tersusun dari batu-batu itu
dibangun di atas lahan seluas 30 hektare lebih. Benteng Liya Togo terletak di
Desa Liya Raya, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
5.
Meriam
· Meriam Ki Amuk
Meriam Ki
Amuk merupakan senjata andalan Banten yang telah beberapa kali dipergunakan
dalam pertempuran melawan musuh. Menurut beberapa sumber sejarah, meriam
tersebut dibuat oleh Kerajaan Banten sendiri dengan mendatangkan para ahli
meriam dari Turki.
6.
Hikayat
Hijayat
adalah hasil karya sastra yang pada prinsipnya sama seperti dongeng, namun
hikayat bercorak Islam. Secara sederhana kita dapat membuat definisi hikayat
bahwa hikayat adalah dongeng khusus agama Islam.
· Hikayat Hang Tuah
Hikayat Hang
Tuah adalah sebuah karya sastra Melayu yang
termasyhur dan mengisahkan Hang Tuah. Dalam zaman
kemakmuran Kesultanan
Malaka, adalah Hang Tuah, seorang laksamana yang
amat termasyhur. Ia berasal dari kalangan rendah, dan dilahirkan dalam sebuah
gubug reyot. Tetapi karena keberaniannya, ia amat dikasihi dan akhirnya
pangkatnya semakin naik. Maka jadilah ia seorang duta dan mewakili negeranya
dalam segala hal. Hang Tuah memiliki beberapa sahabat karib: Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu. Ada yang berpendapat bahwa kedua
tokoh terakhir ini sebenarnya hanya satu orang yang sama saja. Sebab huruf Jawi wau; "ﻭ" dan ra; "ﺭ" bentuknya sangat mirip.
Tetapi yang lain menolak dan mengatakan bahwa kelima kawan ini adalah versi
Melayu dari Pandawa lima, tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata.